serangan-as-ke-iran-jadi-sinyal-kuat-bagi-korea-utara-untuk-pertahankan-nuklir

ashlandflagshipinn.com – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memerintahkan serangan militer terhadap Iran pada awal 2020. Serangan tersebut langsung menewaskan Jenderal Qasem Soleimani, salah satu tokoh militer paling kuat di kawasan Timur Tengah. Akibatnya, berbagai negara segera memantau langkah lanjutan Amerika Serikat. Korea Utara pun turut memperhatikan insiden ini dengan sangat serius. Mereka menyadari bahwa Amerika bisa bertindak sepihak tanpa memperhitungkan tekanan dunia internasional. Oleh karena itu, mereka segera mengevaluasi kembali pendekatan diplomatik terhadap negara Barat.

Korea Utara Belajar dari Pengalaman Pahit Iran

Korea Utara mengamati bahwa Iran pernah memilih jalan damai melalui perjanjian nuklir JCPOA pada 2015. Iran menyepakati pembatasan program nuklirnya demi pencabutan sanksi ekonomi. Namun, Trump justru menarik Amerika dari perjanjian itu pada 2018. Selanjutnya, Amerika kembali menjatuhkan sanksi keras kepada Iran dan akhirnya melancarkan serangan mematikan. Dari kasus ini, Korea Utara menyimpulkan bahwa kompromi tanpa kekuatan militer hanya membawa kelemahan. Maka, mereka pun memutuskan untuk tidak mengikuti jejak Iran yang mengandalkan diplomasi.

Kim Jong-un Menjadikan Nuklir Sebagai Kunci Kelangsungan Rezim

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, mengambil pelajaran penting dari krisis Iran. Ia percaya bahwa senjata nuklir berfungsi sebagai pelindung utama kekuasaan negaranya. Maka, pemerintah Korea Utara terus mengembangkan teknologi nuklir dan rudal jarak jauh. Mereka menolak tekanan internasional yang menuntut perlucutan senjata secara sepihak. Menurut Kim, hanya kemampuan militer yang tangguh yang mampu mencegah serangan dari negara adidaya seperti Amerika Serikat. Karena itu, mereka memilih menginvestasikan sumber daya dalam penguatan persenjataan daripada berdiplomasi.

Kegagalan Diplomasi Mendorong Korea Utara Menutup Diri

Sebelumnya, Korea Utara sempat membuka diri untuk berdialog melalui pertemuan puncak dengan Trump pada 2018 dan 2019. Namun, pertemuan itu tidak menghasilkan kesepakatan konkret karena kedua belah pihak tetap mempertahankan syarat yang bertolak belakang. Setelah melihat nasib Iran, Korea Utara semakin tidak percaya pada janji-janji Amerika. Maka, mereka menarik diri dari perundingan dan fokus membangun kekuatan dalam negeri. Dengan demikian, kepercayaan terhadap diplomasi semakin luntur di mata pemerintah Pyongyang.

Dunia Menghadapi Konsekuensi dari Kebijakan Agresif

Kebijakan luar negeri Amerika yang bersifat agresif telah menciptakan dampak berantai di berbagai kawasan slot depo 10k. Negara-negara yang merasa terancam pun memilih memperkuat pertahanan mereka, bukan membuka pintu negosiasi. Akibatnya, dunia menghadapi peningkatan ketegangan, khususnya di Semenanjung Korea. Korea Utara kini merasa memiliki justifikasi penuh untuk mempertahankan dan mengembangkan senjata nuklirnya. Dengan kata lain, tindakan Amerika terhadap Iran justru memperbesar risiko konflik dan mempersulit upaya perdamaian global.

By admin